BLOGGER TEMPLATES Funny Pictures

Senin, 13 Mei 2013

FUNGSI ALAT SISTEM PENCERNAAN

Fungsi Alat Sistem Pencernaan pada Manusia

Fungsi Alat Sistem Pencernaan pada Manusia- Alat-alat pencernaan terdiri atas mulut, kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus (intestinum), usus besar (colon), dan anus. Adapun enzim pencernaan dihasilkan oleh kelenjar pencernaan, yaitu kelenjar ludah, hati, pankreas, dan empedu.
Gambar 6.5 Jalur pencernaan makanan pada manusia
Gambar 6.5 Jalur pencernaan makanan pada manusia
1. Rongga Mulut. Makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi di dalam rongga mulut. Di dalam rongga mulut, terdapat lidah, gigi, dan kelenjar ludah yang menyekresikan air liur. Masing-masing memiliki peran dalam proses pencernaan makanan.
Gambar 6.6 Di rongga mulut terdapat lidah
Gambar 6.6 rongga mulut terdapat lidah
a. Fungsi Lidah. Lidah memiliki struktur yang khas, yaitu papila. Papila-papila ini memiliki ujung-ujung pengecap yang berhubungan dengan jaringan saraf sensorik. Melalui papila-papila ini, kita memperoleh informasi mengenai rasa (asin, manis, pahit, dan asam) dan suhu (panas atau dingin) pada makanan yang kita makan.
b. Fungsi Gigi. Gigi adalah organ utama yang berperan dalam pencernaan mekanik dalam rongga mulut. Pada bayi, gigi akan tumbuh pertama kali pada usia sekitar enam bulan. Gigi yang tumbuh pertama kali tersebut dinamakan gigi susu. Gigi susu tersebut berangsur-angsur akan digantikan oleh gigi sulung pada usia sekitar 6–14 tahun. Setelah itu, gigi sulung berangsur-angsur digantikan gigi tetap. Pada anak-anak terdapat 20 gigi susu, sedangkan pada orang dewasa terdapat 32 gigi tetap. Berikut susunan gigi susu dan gigi tetap.
Susunan Gigi Susu
Jenis
P
C
I
I
C
P
Rahang atas
2
1
2
2
1
2
Rahang bawah
2
1
2
2
1
2
Susunan Gigi Tetap
Jenis
M
P
C
I
I
C
P
M
Rahang atas
3
2
1
2
2
1
2
3
Rahang bawah
3
2
1
2
2
1
2
3
Keterangan:
I : insisivus = gigi seri (untuk memotong)
C : caninus = gigi taring (untuk menyobek)
P : premolar = geraham depan (untuk mengunyah)
M : molar = geraham belakang (untuk mengunyah hingga halus)
Gambar 6.7 Susunan gigi pada orang dewasa
Gambar 6.7 Susunan gigi pada orang dewasa.
Gigi terdiri atas beberapa bagian, yaitu bagian mahkota, leher, dan akar gigi (Gambar 6.8). Bagian gigi yang terlihat merupakan bagian mahkota, sedangkan bagian leher tertutup oleh lapisan gusi. Gigi dilapisi oleh lapisan email. Email merupakan lapisan paling keras pada tubuh manusia, sebagian besar dibangun oleh kalsium. Di bagian bawah lapisan email terdapat dentin. Di dalam lapisan dentin tersebut terdapat rongga pulpa, tempat pembuluh darah dan saraf berada.
Gambar 6.8 bagian Gigi
Gambar 6.8 Gigi terdiri atas beberapa bagian, yaitu mahkota, leher, dan akar gigi.
c. Kelenjar Ludah. Kelenjar ludah menyekresikan air liur yang mengandung enzim ptialin (amilase). Enzim tersebut berperan dalam pencernaan enzimatik yang berlangsung di mulut. Amilase mengubah amilum menjadi glukosa. Selain enzim, ludah juga mengandung zat antibakteri (lisozim) sehingga makanan yang masuk ke dalam tubuh mengandung lebih sedikit bakteri yang dapat membahayakan kesehatan kita. Cairan ludah juga membantu melarutkan makanan dan melumasi rongga mulut. Ludah dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar ludah yang terdapat di dalam mulut (Gambar 6.9), yaitu:
1) glandula parotid, yang berada di mulut bagian belakang, di dekat telinga; 2) glandula submaksilaris, berada di rahang bawah; 3) glandula sublingualis, berada di bawah pangkal lidah.
Gambar 6.9 Manusia mempunyai tiga pasang kelenjar ludah
Gambar 6.9 Manusia mempunyai tiga pasang kelenjar ludah.
2. Kerongkongan (Esofagus). Kerongkongan berbentuk seperti tabung dengan panjang kira-kira 25 cm yang menghubungkan mulut dengan lambung. Kerongkongan ikut berperan dalam mendorong makanan menuju lambung. Kerongkongan dilengkapi sepertiga otot lurik dan dua pertiga otot halus untuk tugas tersebut. Otot-otot tersebut tersusun memanjang dan melingkar sehingga mampu melakukan serangkaian kontraksi yang membuat makanan terdorong menuju lambung. Gerakan ini disebut gerakan peristaltik (Gambar 6.10).
Gambar 6.10 Gerak peristaltik pada esofagus
Gambar 6.10 Gerak peristaltik pada esofagus. Esofagus adalah saluran makanan yang menghubungkan mulut dan lambung
3. Lambung. Lambung pada manusia menyerupai kantung otot yang mampu menampung bahan makanan sebanyak 2 liter hingga 4 liter. Makanan masuk ke lambung melalui sfinkter kardiak yang merupakan otot melingkar antara esofagus dan lambung. Otot tersebut tertutup ketika tidak ada makanan yang masuk ke lambung. Lambung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
  1. kardiak, bagian lambung yang terletak di bagian atas, dekat hati
  2. fundus, bagian lambung yang membulat, terletak di tengah;
  3. pilorus, bagian ujung lambung yang terletak di dekat usus halus.
Lambung dapat mencerna makanan secara mekanik. Lambung memiliki tiga lapis otot halus yang tersusun memanjang (bagian luar), melingkar (bagian tengah), dan miring (bagian dalam). Kontraksi dinding lambung menghasilkan gerakan peristaltik yang menghancurkan makanan dan mencampurkannya dengan enzim-enzim yang dihasilkan oleh dinding lambung. Dinding lambung disusun oleh lapisan epitel sel selapis batang. Kontraksi otot lambung menyebabkan beberapa sel pada dinding lambung menyekresikan gastrin. Gastrin merangsang sel-sel kelejar di dinding lambung menyekresikan asam lambung. Asam lambung tersebut terdiri atas HCl, enzim-enzim pencernaan, dan lendir (mukus). Perhatikan Gambar 6.12.
Gambar 6.11 Lambung
Gambar 6.11 Lambung dibagi menjadi tiga bagian, kardiak, fundus, dan pilorus.
Lendir selain berfungsi mencampur makanan dengan enzim, juga berfungsi melindungi dinding lambung dari asam lambung. Dinding lambung sering mengalami pergantian karena sering rusak oleh HCl yang dihasilkannya.
Gambar 6.12 Sel mukus melindungi dinding lambung
Gambar 6.12 Sel mukus melindungi dinding lambung. Dinding lambung menyekresikan berbagai macam enzim pencernaan.
HCl berperan dalam membunuh mikroorganisme yang terkandung dalam makanan yang tidak mati oleh ludah dalam mulut. HCl juga mengaktivasi sel-sel kelenjar lain di dinding lambung untuk menghasilkan pepsinogen. Dalam suasana yang asam (pH 1 hingga 3), pepsinogen akan berubah menjadi enzim yang aktif, yaitu pepsin. Pepsin akan mengubah protein menjadi protease dan pepton. Selain pepsin, beberapa enzim lain yang dihasilkan antara lain adalah renin yang berfungsi menggumpalkan kasein dalam susu, dan lipase yang berfungsi mencerna lemak. Makanan di lambung yang telah berbentuk cairan asam disebut kim (chyme). Melalui gerakan peristaltik, kim didorong menuju usus halus melewati sfinkter pilorik, yaitu otot yang berada di ujung lambung.
4. Usus Halus (Intestinum). Dalam usus halus terjadi dua peristiwa penting, yaitu pencernaan secara enzimatik dan penyerapan sari-sari makanan ke dalam sel darah. Usus halus terbagi tiga bagian, yaitu duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong), dan ileum (usus penyerapan). Duodenum disebut usus duabelas jari karena memiliki panjang sekitar 12 jari orang dewasa. Sementara itu jejunum disebut usus kosong karena pada orang yang telah meninggal dunia, bagian usus ini kosong. Ileum disebut usus penyerapan karena pada bagian tersebut zat-zat makanan diserap oleh tubuh. Enzim-enzim yang berperan di usus halus berasal dari hati, pankreas, dan sel-sel di dinding usus halus tersebut (Gambar 6.13). Enzim-enzim tersebut memecah molekul-molekul kompleks makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dan mengabsorpsinya dalam aliran darah.
Gambar 6.13 pankreas
Gambar 6.13 Zat hasil sekresi hati dan pankreas masuk ke sistem pencernaan melalui duodenum.
Hati menghasilkan cairan empedu, suatu cairan yang merupakan campuran dari garam empedu, air, garam-garam lain, dan kolesterol. Empedu dihasilkan hati untuk kemudian disimpan di dalam kantung empedu. Ketika dibutuhkan, empedu akan dialirkan dari kantung empedu menuju usus halus melewati saluran yang disebut ductus hepaticus (saluran empedu). Garam empedu disintesis di hati dari kolesterol dan asam amino. Meskipun berperan dalam memecah lemak, garam empedu tidak termasuk enzim. Garam empedu bekerja mirip deterjen atau agen pengemulsi yang memecah gumpalan lemak pada kim menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Partikel-partikel ini kemudian diuraikan lagi oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh pankreas. Pankreas terletak di antara lambung dan usus halus. Selain lipase, pankreas juga menghasilkan sodium bikarbonat (NaHCO3), amilase, dan beberapa protease yang terdiri atas tripsin, kemotripsin, dan karboksipeptidase. Bersama dengan air, sekresi pankreas ini sering disebut “pancreas juice“. Sodium bikarbonat menaikkan pH hingga 7 sampai 8 untuk memberikan suasana basa pada bubur kim yang dihasilkan dari lambung. Pada suasana basa ini, enzim-enzim yang dihasilkan pankreas dapat bekerja optimum. Masing-masing enzim tersebut bereaksi terhadap molekul makanan yang berbeda. Amilase berperan dalam memecah amilum (zat tepung) menjadi maltosa. Lipase memecah lemak (lipid) menjadi gliserol dan asam lemak.
Sel-sel epitel pada usus halus, selain mampu menyerap makanan juga menghasilkan enzim aminopeptidase, sukrase, laktase, dan maltase (fungsinya dapat dilihat pada Tabel 6.3). Jadi, segera setelah molekul-molekul makanan dicerna oleh enzim-enzim tersebut, molekul-molekul yang sederhana diserap ke dalam sel dan siap diangkut ke seluruh tubuh oleh pembuluh darah.
Tabel 6.3 Enzim dan Peranannya dalam Pencernaan Makanan
No.
Nama Enzim
Dihasilkan oleh
Organ Tempat Enzim Bekerja
Fungsi
1 Amilase (ptialin) Kelenjar ludah Mulut Amilum → maltosa
2 Pepsin Lambung Lambung Protein → polipeptida
3 Lipase Pankreas Usus halus Lemak → gliserol dan asam lemak
4 Amilase pankreas Pankreas Usus halus Amilum → maltosa
5 Tripsin Pankreas Usus halus Protein → polipeptida
6 Kemotripsin Pankreas Usus halus Protein → polipeptida
7 Karboksipeptidase Pankreas Usus halus Polipeptida → asam amino
8 Laktase Usus halus Usus halus Laktosa → glukosa dan galaktosa
9 Sukrase Usus halus Usus halus Sukrosa → glukosa dan fruktosa
10 Aminopeptidase Usus halus Usus halus Polipeptida → asam amino
11 Maltase Usus halus Usus halus Maltosa → glukosa
Usus halus membentuk struktur yang disebut dengan vili (jonjot) dan mikrovili usus (Gambar 6.14). Struktur vili tersebut memperluas permukaan di dalam usus halus sehingga meningkatkan penyerapan. Seperti juga pada lambung, usus halus mempunyai otot-otot polos yang letaknya bertumpuk dan bersilangan. Ketika otot-otot ini berkontraksi, kim teraduk dan bersentuhan dengan dinding usus sehingga terdorong melewati usus halus yang panjangnya mencapai delapan meter. Sebagian zat diserap, sedangkan zat yang tidak dapat diserap terdorong menuju usus besar akibat gerakan otot-otot usus halus.
Gambar 6.14 Dinding usus halus
Gambar 6.14 Dinding usus halus terspesialisasi untuk mengabsorpsi molekul-molekul kecil yang dihasilkan dari proses pencernaan.
5. Usus Besar. Usus besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu kolon dan rektum (Gambar 6.16). Makanan yang tidak dapat dicerna dan tidak dapat diserap oleh usus halus, seperti serat pada sayuran dan buah-buahan serta lemak dan protein yang tidak dapat terurai, semuanya akan bercampur dengan air dan akan masuk ke dalam kolon. Di dalam kolon, terdapat berbagai jenis bakteri, salah satunya adalah Escherichia coli yang hidup bersimbiosis dengan manusia. Escherichia coli (E. coli) mencerna makanan yang tidak dapat dicerna enzim usus. E.coli menyekresikan beberapa zat seperti thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B3), vitamin B12, biotin (vitamin H), dan vitamin K. Zat-zat tersebut kemudian diserap oleh dinding kolon.

FUNGSI PERSTALTIK PADA SALURAN CERNA

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio dan biasanya menyerang anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut (AFP=Acute Flaccid Paralysis).
Program eradikasi polio global telah dicanangkan oleh WHO dengan target dunia bebas polio tahun 2008, sedangkan Indonesia bebas polio ditargetkan pada tahun 2005. Saat ini Indonesia sebenarnya sudah dapat dikatakan bebas polio karena sejak tahun 1996 tidak diketemukan lagi virus polio liar dari kasus kasus AFP yang diambil spesimen fesesnya. Akan tetapi mengingat kinerja surveilans AFP yang jelek pada tahun 2000
dan 2001 (AFP rate <1/10.000) (1)dan cakupan imunisasi polio yang juga rendah (<80%) di beberapa daerah seperti Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua, WHO menyatakan bahwa Indonesia harus melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
yang ke IV. Oleh karena itu Indonesia melaksanakan PIN IV pada bulan September dan Oktober 2002 (2). PIN dimaksudkan untuk meningkatkan status antibodi anak balita sehingga dapat memutus sirkulasi virus polio liar di masyarakat. Dengan status antibodi anak yang tinggi maka herd immunity akan tinggi sehingga sirkulasi virus polio liar akan terhenti. Masalahnya adalah apakah dengan PIN IV dengan dua kali pemberian dosis
vaksin polio sudah cukup untuk meningkatkan status antibodi anak pada taraf yang baik? Banyak faktor yang dapat menghambat pembentukan antibodi anak antara lain : potensi
vaksin, cold-chain, lingkungan tempat tinggal anak dan respon imun anak sendiri; oleh karena itu perlu diteliti apakah dengan PIN IV status antibodi anak sudah cukup tinggi untuk menghambat sirkulasi virus polio liar.
Hasil penelitian serologi balita pasca PIN II pada tahun 1998 menunjukkan hasil yang baik yaitu 99% anak mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio. Penelitian tersebut dilakukan di kota Jayapura Papua dan Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dan cakupan PIN II 100%. Cakupan nasional PIN I,II dan III >95 %.(3)
Penelitian ini dilaksanakan di daerah yang belum pernah melakukan penelitian serologis dan jauh dijangkau yaitu di Makassar dengan cakupan imunisasi 80 %. Dengan dipilihnya daerah tersebut diharapkan dapat diketahui status antibodi anak menurut lingkungan hidup anak, pengaruh transportasi terhadap cold-chain dan potensi
vaksin. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi data serologis, di samping data surveilans AFP dan cakupan imunisasi, untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan PIN V.
2. TUJUAN
Menilai hasil program eradikasi polio dari segi status kekebalan anak terhadap virus polio untuk menentukan perlu tidaknya PIN dilaksanakan lagi untuk mencapai bebas polio.
3. MANFAAT
1.Mengetahui status antibodi anak balita terhadap virus polio
2.Mengetahui proporsi anak yang mempunyai antibodi
menurut lingkungan tempat tinggal anak dan golongan
umurnya





BAB II
TINJAUAN TEORI

  1. KONSEP DASAR TEORI
  1. DEFINISI
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
Klasifikasi virus
Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus
b.anatomi fisiologi
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential). (Snell. 2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel.
c. ETIOLOGI
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :
  1. Brunhilde
  2. Lansing
  3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari
d. GEJALA KLINIS
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
  1. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
  2. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
  3. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
  • Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
  • Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
  • Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
  • Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.
E. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
  1. Medula spinalis terutama kornu anterior,
  2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
  3. Sereblum terutama inti-inti virmis,
  4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra,
  5. Talamus dan hipotalamus,
  6. Palidum dan
  7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
Virus
Sel       daerah susunan saraf tertentu
Sebagian saraf rusak
Kerusakan ringan        menimbulkan gejala
Penyembuhan fungsi neuron 3-4 minggu



Mengenai daerah
Medspin          batang             inti saraf          serebelum        hipotalamus     korteks serebri
otak
1.Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
• Diberikan analgetk dan sedative
• Diet adekuat
• Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
• Sama seperti aborif
• Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
• Perawatan dirumah sakit
• Istirahat total
• Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
• Fisioterafi
• Akupuntur
• Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai..Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.

  1. KONSEP DASAR ASKEP
    A. Pengkajian
    1. Riwayat kesehatan
    Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
    2. pemeriksaan fisik
    a. Nyeri kepala
    b. Paralisis
    c. Refleks tendon berkurang
    d. Kaku kuduk
    e. Brudzinky B. Diagnosa Keperawatan
    1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
    2. Hipertermi b/d proses infeksi
    3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
    4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
    5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
    6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
    C. Intervensi
    Dx 1 :
    1.1. Pantau pola makan anak
    R/Mengetahui intake dan output anak
    1.2. Berikan makanan secara adekuat
    R/Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
    1.3.  Timbang berat badan
    R/Mengetahui perkembangan anak
    1.4. Berikan makanan kesukaan anak
    R/Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
    1.5.  Berikan makanan tapi sering
    R/Mempermudah proses pencernaan
    Dx 2 :
    2.1. Pantau suhu tubuh
    R/Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih
    2.2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres
    R/Dapat menyebabkan efek neurotoksi
    2.3. hindari mengigil
    2.4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit
    R/Dapat membantu mengurangi demam
Dx 3 :
3.1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
R/Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
3.2. Auskultasi bunyi nafas
R/Mengetahui adanya bunyi tambahan
3.3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler
R/Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
3.4. Berikan tambahan oksigen
R/Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
Dx 4 :
4.1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri
R/Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi
4.2. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.
R/Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan
4.3. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri
Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan
4.4. Berikan analgesic sesuai indikasi.
Dx 5 :
5.1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak
R/Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.
5.2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada)
R/Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak
5.3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti
pemasukan makanan yang tidak adekuat.
R/Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
5.4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman
R/Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.
Dx 6 :
6.1 Pantau tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang,
parah).
R/Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
6.2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa
yang dipercaya.
R/Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
6.3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
R/Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
6.4. Hidari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “ semua akan berjalan
lancar”.
R/Harapan –harapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau
kejujuran.

d. IMPLEMENTASI
1.Memantau pola makan anak untuk mengetahui intake dan output anak
2.Memberikan makanan secara adekuat Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang
3.Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
4.Menimbang berat badan mengetahui perkembangan anak
5.Memberikan makanan kesukaan anak menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
6.Memberikan makanan tapi sering mempermudah proses pencernaan

e.EVALUASI

Masalah dikatakan teratasi apabila kebutuhan nutrisi dari kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik/terkontrol.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN
1) Status antibodi anak setelah PIN IV sudah cukup tinggi (92%) meskipun masih lebih rendah dari status antibodi anak setelah PIN II.
2) Tidak ada perbedaan antara status antibodi anak yang tinggal di perkotaan dan pedesaan di Makasar.
3) Makin tua umur anak, antibodinya terhadap ketiga tipe virus polio makin rendah, dan pada golongan umur 0-1 tahun prosentase anak yang mempunyai antibodi antara
100%.


DAFTAR PUSTAKA

WHO-SEARO. Poliomyelitis surveillance : weekly report 2001. SEAR
Polio Bulletin.
Dit.Jen P2M & PLP, Dep.Kes. RI. Pekan Imunisasi Nasional 2002.
Materi Informasi dan Advokasi.Dep.Kes.R.I.2002.
Gendrowahyuhono dkk.
Laporan akhir peneltian serologis poliomyelitis
setelah PIN II di daerah terpencil. 1998.
WHO-SEARO. Polio Laboratory Manual. Department of Vaccines and
Biologicals.2001.
Gendrowahyuhono. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap pembentukan
antibody anak setelah pemberian vaksinasi oral. Maj. Kes. Masy. Indon.
No.4/2000: 214- 8.
An alliance with a powerful man is never safe
Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005

terbentuknya ginjal

GAGAL GINJAL

  • Pengertian
    Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik :
  • Infeksi : Pielonefritis kronik
  • Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
  • Penyakit vascular hipertensi : Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
  • Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
  • Gangguan kongerital dan hereditas : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
  • Penyakit metabolic : Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
  • Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale
  • Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan uretra.

  • Tanda dan gejala
    Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
    • Gangguan pada Gastrointestinal
      Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
    • Kulit
      Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
    • Hematologi
      Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
    • Sistem Saraf Otot
      Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
    • Sistem Kardiovaskuler
      Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
    • Sistem Endokrin
      Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
    • Gangguan lain
      Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.
  • Pemerikasaan Penunjang
    Urine
    Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
    Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
    Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
    Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
    Klirens keratin : Mungkin agak menurun
    Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
    Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
    Darah
    BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
    Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
    SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
    GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
    Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
    Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
    Magnesium/Fosfat : Meningkat
    Kalsium : Menurun
    Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
    Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
    KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
    Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
    Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
    Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
    Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
    Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
    Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
    EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
    Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.
    (Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)
  • Pencegahan
    Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan).
  • Pengobatan / Penatalaksanaan
    Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
    • Diet tinggi kalori dan rendah protein
      Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
    • Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
      Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
    • Kontrol hipertensi
      Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
    • Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
      Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
      Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
    • Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
      Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
    • Deteksi dini dan terapi infeksi
      Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
    • Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
      Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
    • Deteksi dan terapi komplikasi
      Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
    • Persiapan dialysis dan program transplantasi
      Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.

    • ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL
    • 1. Pengkajian
      • Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
        Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
      • Aktifitas / istirahat :
        Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
        Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
        Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
      • Sirkulasi
        Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
        Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
        Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
        Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
        Kecenderungan perdarahan
      • Integritas Ego :
        Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
        Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
      • Eliminasi :
        Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
        Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
        Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
      • Makanan / cairan :
        Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
        Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
        Penggunaan diuretik
        Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
        Perubahan turgor kulit/kelembaban.
        Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
      • Neurosensori
        Sakit kepala, penglihatan kabur.
        Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
        Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
        Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
        Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
      • Nyeri / kenyamanan
        Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
        Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
      • Pernapasan
        Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
        Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
        Batuk dengan sputum encer (edema paru).
      • Keamanan
        Kulit gatal
        Ada / berulangnya infeksi
        Pruritis
        Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
        Ptekie, area ekimosis pada kulit
        Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
      • Seksualitas
        Penurunan libido, amenorea, infertilitas
      • Interaksi sosial
        Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
      • Penyuluhan / Pembelajaran
        Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
        Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
        Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
      2. Diagnosa Keperawatan
      Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
      • Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
      • Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
      • Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
      • Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.
      3. Intervensi
      Diagnosa I
      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
      Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
      Kriteria hasil :
      • Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
      • Turgor kulit baik
      • Membran mukosa lembab
      • Berat badan dan tanda vital stabil
      • Elektrolit dalam batas normal

      Intervensi

      1. Kaji status cairan :
        • Timbang berat badan harian
        • Keseimbangan masukan dan haluaran
        • Turgor kulit dan adanya oedema
        • Distensi vena leher
        • Tekanan darah, denyut dan irama nadi
        Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
        Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      2. Batasi masukan cairan :
        Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
        Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
        Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      4. Pantau kreatinin dan BUN serum
        Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).
      Diagnosa II
      Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
      Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
      Kriteria hasil :
      • Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
      • Bebas oedema

      Intervensi

      1. Kaji / catat pemasukan diet
        Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
      2. Kaji pola diet nutrisi pasien
        • Riwayat diet
        • Makanan kesukaan
        • Hitung kalori
        Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
        • Anoreksia, mual dan muntah
        • Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
        • Depresi
        • Kurang memahami pembatasan diet
        Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
      4. Berikan makan sedikit tapi sering
        Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
      5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
        Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
      6. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
        Mendorong peningkatan masukan diet
      7. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
        Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
      8. Timbang berat badan harian.
        Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
      Diagnosa III Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
      Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
      Kriteria hasil :
      • Berkurangnya keluhan lelah
      • Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
      • Laporan perasaan lebih berenergi
      • Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.


      Intervensi
      1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
        • Anemia
        • Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
        • Retensi produk sampah
        • Depresi
        Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
        (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
      2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
        Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
      3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
        Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
      4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
        Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
      Diagnosa IV
      Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
      Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
      Kriteria hasil :
      • Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
      • Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
      Intervensi
      1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
        Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
      2. Berikan informasi tentang :
        • Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
        • Pemeriksaan diagnostic termasuk :
          • Tujuan
          • Diskripsi singkat
          • Persiapan yang diperlukan sebelum tes
          • Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
          Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
        • Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
          Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
        • Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
          Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
        • Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
          Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
      4. Implementasi
      Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.
        • Membantu Meraih Tujuan Terapi
          1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
          2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
          3. Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
          4. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
          5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
          6. Melindungi pasien dari infeksi.
          7. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
          8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.
        • Mengusahakan Kenyamanan
          1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
          2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
          3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
          4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
          5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.
      • Konsultasi dan Penyuluhan
        1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
        2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
        3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
        4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).
      5. Evaluasi
      Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
      • Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
      • Apakah orang menekuni pesan diet dan cairan yang diperlukan?
      • Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
      • Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
      • Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?

fungsi sekresi dan regulasi caluan cerna

Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
1
SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan d
an kelenjar-kelenjar
yang pencernaan. Fungsi sistem pencernaan adalah me
mperoleh zat-zat makanan
yang dibutuhkan bagi tubuh.
Struktur Histologi Umum Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktur
al tertentu yang
terdiri atas 4 lapisan utama yaitu: lapisan mukosa,
submukosa, lapisan otot, dan
lapisan serosa.
1.
Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2
) lamina propria yang terdiri
dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pemb
uluh darah kapiler dan
limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengand
ung juga kelenjar-kelenjar
dan jaringan limfoid; dan (3) muskularis mukosae.
2.
Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang d
engan banyak pembuluh
darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dina
makan Meissner), dan
kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.
3.
Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos,
berdasarkan susunannya
dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama s
el-sel otot yaitu sebelah
dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (si
rkuler); pada sublapisan
luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kump
ulan saraf yang disebut
pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak an
tara 2 sublapisan otot. (3)
pembuluh darah dan limfe.
4.
Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1
) jaringan penyambung
jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adipo
sa; dan (2) epitel gepeng
selapis (mesotel).
Fungsi utama epitel mukosa saluran pencernaan adala
h:
1.
Menyelenggarakan sawar (pembatas), bersifat permeab
el selektif antara isi
saluran dan jaringan tubuh.
2.
Mempermudah transpor dan pencernaan makanan
3.
Meningkatkan absorpsi hasil-hasil pencernaan (sari-
sari makanan). Sel-sel pada
lapisan ini selain menghasilkan mukus juga berperan
dalam pencernaan atau
absorpsi makanan.
Nodulus limfatikus yang banyak terdapat pada lamina
propria dan lapisan
submukosa sebagai sistem pertahanan tubuh atau peli
ndung dari infeksi
mikroorganisme dari invasi virus dan bakteri.
Muskularis mukosae dan lapisan otot untuk pergeraka
n lapisan mukosa
secara independen (otonom) dari pergerakan saluran
pencernaan lain, sehingga
meningkatkan kontak dengan makanan. Kontraksi lapis
an mukosa mendorong
(peristaltik) dan mencampur makanan (segmentasi) da
lam saluran pencernaan.
Pleksus-pleksus saraf mengatur kontraksi muskuler i
ni, yang membentuk
gangglia parasimpatis. Banyaknya jala-jala serabut
pre- dan postganglionik sistem
saraf otonom dan beberapa serabut-serabut sensoris
viseral dalam ganglia ini
memungkinkan komunikasi diantara mereka. Kenyataan
bahwa saluran pencernaan
menerima banyak persyarafan dari sistem saraf otono
m memberikan penjelasan
anatomik akan besarnya pengaruh gangguan emosi pada
saluran pencernaan –
suatu fenomena yang penting pada pengobatan psikoso
matis.

Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
2
Rongga Mulut
Rongga mulut (pipi) dibatasi oleh epitel gepeng ber
lapis tanpa tanduk. Atap
mulut tersusun atas palatum keras (
durum
) dan lunak (
molle
), keduanya diliputi
oleh epitel gepeng berlapis. Uvula palatina merupak
an tonjolan konis yang menuju
ke bawah dari batas tengah palatum lunak.
Lidah
Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliput
i oleh membran
mukosa. Serabut-serabut otot satu sama lain saling
bersilangan dalam 3 bidang,
berkelompok dalam berkas-berkas, biasanya dipisahka
n oleh jaringan penyambung.
Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus
, sedangkan permukaan
dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-t
onjolan kecil yang dinamakan
papilae. Papilae lidah merupakan tonjolan-tonjolan
epitel mulut dan lamina propria
yang diduga bentuk dan fungsinya berbeda. Terdapat
4 jenis papilae.
1.
Papilae filiformis: mepunyai bentuk penonjolan lang
sing dan konis, sangat
banyak, dan terdapat di seluruh permukaan lidah. Ep
itelnya tidak mengandung
puting kecap (reseptor).
2.
Papilae fungiformis menyerupai bentuk jamur karena
mereka mempunyai
tangkai sempit dan permukaan atasnya melebar. Papil
ae ini, mengandung
puting pengecap yang tersebar pada permukaan atas,
secara tidak teratur
terdapat di sela-sela antara papilae filoformis yan
g banyak jumlahnya.
3.
Papilae foliatae, tersusun sebagai tonjolan-tonjola
n yang sangat padat
sepanjang pinggir lateral belakang lidah, papila in
i mengandung banyak puting
kecap.
4.
Papilae circumfalatae merupakan papilae yang sangat
besar yang
permukaannya pipih meluas di atas papilae lain. Pap
ilae circumvalate tersebar
pada daerah “V” pada bagian posterior lidah. Banyak
kelenjar mukosa dan
serosa (von Ebner) mengalirkan isinya ke dalam alur
dalam yang mengelilingi
pinggir masing-masing papila. Susunan yang menyerup
ai parit ini
memungkinkan aliran cairan yang kontinyu di atas ba
nyak puting kecap yang
terdapat sepanjang sisi papila ini. Aliran sekresi
ini penting untuk
menyingkirkan partikel-partikel dari sekitar puting
kecap sehingga mereka
dapat menerima dan memproses rangsangan pengencapan
yang baru. Selain
kelenjar-kelenjar serosa yang berkaitan dengan jeni
s papila ini, terdapat
kelenjar mukosa dan serosa kecil yang tersebar di s
eluruh dinding rongga
mulut lain-epiglotis, pharynx, palatum, dan sebagai
nya-untuk memberi respon
terhadap rangsangan kecap.
Pharynx
Pharynx merupakan peralihan ruang antara rongga mul
ut dan sistem
pernapasan dan pencernaan. Ia membentuk hubungan an
tara daerah hidung dan
larynx. Pharynx dibatasi oleh epitel berlapis gepen
g jenis mukosa, kecuali pada
daerah-daerah bagian pernapasan yang tidak mengalam
i abrasi. Pada daerah-daerah
yang terakhir ini, epitelnya toraks bertingkat bers
ilia dan bersel goblet. Pharynx
mempunyai tonsila yang merupakan sistem pertahanan
tubuh. Mukosa pharynx
Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
3
juga mempunyai banyak kelenjar-kelenjar mukosa keci
l dalam lapisan jaringan
penyambung padatnya.
Oesofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot
yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Oesofagu
s diselaputi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukos
a terdapat kelompokan
kelenjar-kelenjar oesofagea yang mensekresikan muku
s. Pada bagian ujung distal
oesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot
polos, pada bagian tengah,
campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada uju
ng proksimal, hanya sel-sel otot
lurik.
Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang me
lebar, yang
fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah
dimakan, mengubahnya
menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (
chyme
). Permukaan lambung
ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang d
inamakan rugae. Invaginasi
epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus l
amina propria, membentuk alur
mikroskopik yang dinamakan
gastric pits
atau
foveolae gastricae
. Sejumlah
kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di dalam lam
ina propria, bermuara ke dalam
dasar
gastric pits
ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dar
i sel-sel toraks
yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur hist
ologis dapat dibedakan
menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
Daerah Kardia
Kardia merupakan peralihan antara oesofagus dan lam
bung. Lamina
proprianya mengandung kelenjar-kelenjar kardia turb
ular simpleks bercabang,
bergelung dan sering mempunyai lumen yang besar yan
g berfungsi mensekresikan
mukus. Kelenjar-kelenjar ini strukturnya sama seper
ti kelenjar kardia bagian
terminal oesofagus dan mengandung (dan mungkin sekr
esi) enzim lisosom.
Korpus dan Fundus
Lamina mukosa tersusun atas 6 jenis sel yaitu: (1)
sel-sel mukus istmus, (2)
sel-sel parietal (oksintik), (3) sel-sel mukus lehe
r, (4) chief cells (sel zimogenik),
(5) sel-sel argentafin, dan (6) sel-sel yang mengha
silkan zat seperti glukagon.
1.
Sel-sel mukus istmus terdapat dalam bagian atas kel
enjar pada daerah peralihan
antara leher dan gastric pit. Sel-sel ini mengsekre
si mukus netral yang
membatasi dan melindungi permukaan lambung dari asa
m.
2.
Sel parietal (oksintik) terutama terdapat pada bagi
an setengah atas kelenjar dan
tersisip antara sel-sel mukus leher. Sel parietal m
erupakan sel bulat atau
piramidal dengan inti sferis di tengah dan sitoplas
ma yang jelas eosinofilik.
Sel-sel parietal menghasilkan asam klorida (HCl) ya
ng terdapat dalam getah
lambung. Pada kasus gastritis atrofikans, sel parie
tal dan chief cells keduanya
jumlahnya berkurang, dan getah lambung mempunyai se
dikit atau tidak
mempunyai aktivitas pepsin. Asam yang disekresi ber
asal dari klorida-klorida
yang terdapat dalam darah di tambah kation (H
+
) yang berasal dari kerja suatu
enzim-anhidrase karbonat. Anhidrase karbonat bekerj
a pada CO
2
untuk
Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
4
menghasilkan asam karbonat, yang berdisosiasi menja
di bikarbonat dan satu
H
+
. Kedua kation dan ion klorida secara aktif ditansp
or melalui membran sel
sedangkan air akan berdifusi secara pasif mengikuti
perbedaan tekanan
osmotik.
3.
Sel mukus leher terdapat dalam kelompokkan atau sel
-sel tunggal antara sel-sel
parietal dalam leher kelenjar gastrik. Sekret sel m
ukus leher adalah mukus
asam yang kaya akan glikosaminoglikans.
4.
Chief cells (sel zimogenik) mensintesis dan mengelu
arkan protein yang
mengandung enzim inaktif pepsinogen. Bila granula p
epsinogen dikeluarkan
ke dalam lingkungan lambung yang asam, enzim diubah
menjadi enzim
proteolitik yang sangat aktif yang disebut pepsin.
5.
Sel-sel argentafin juga dinamakan sel-sel enterokro
mafin karena afinitasnya
terhadap garam kromium serta perak. Sel-sel ini jum
lahnya lebih sedikit dan
terletak pada dasar kelenjar, terselip antara sel-s
el zimogenik. Fungsi mereka
sebenarnya masih merupakan spekulasi (belum jelas).
6.
Sel-sel endokrin lain yang dapat digolongkan sebaga
i sel-sel APUD (
amine
precursor uptake and decarboxyllation
) menghasilkan hormon Gastrin.
Pilorus
Pada pilorus terdapat kelenjar bergelung pendek yan
g mensekresikan enzim
lisosim. Diantara sel-sel mukus ke lenjar pilorus t
erdapat sel-sel gastrin (G) yang
berfungsi mengeluarkan hormone gastrin. Gastrin ber
fungsi merangsang
pengeluaran asam lambung oleh kelenjar-kelenjar lam
bung.
Muskularis mukosae lambung terdiri atas 2 atau 3 la
pisan otot yang tegak
lurus menembus ke dalam laminan propria. Apabila ot
ot berkontraksi akan
mengakibatkan lipatan pada permukaan dalam organ ya
ng selanjutnya akan
menekan kelenjar lambung dan mengeluarkan sekretnya
.
1.
Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang d
an pembuluh-pembuluh
darah dan limfe dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfo
id dan mast cells.
2.
Muskularis eksterna terdiri atas serabut-serabut sp
iral yang terletak dalam 3
arah utama: lapisan eksterna adalah longitudinal, l
apisan tengah adalah sirkular,
dan lapisan interna adalah miring.
3.
Lapisan serosa adalah tipis dan diliputi oleh mesot
el.
Pergantian (turnover) Mukosa Lambung
Selain untuk mengganti sel-sel epitel yang mengelup
as setiap hari,
membran mukosa lambung dapat mengalami regenerasi b
ila cedera. Aktivitas
mitosis terutama dilakukan oleh sel-sel leher kelen
jar. Kecepatan pembaharuan sel-
sel epitel ini sekitar 5 hari. Epitel pembatas lamb
ung hidupnya singkat, dan sel-sel
terus menerus mengelupas dalam lumen. Sel-sel ini d
engan lambat berdiferensiasi
menjadi sel partietal dan chief cells (sel zimogeni
k).
Usus Halus
Usus halus relatif panjang – kira-kira 6 m – dan in
i memungkinkan kontak
yang lama antara makanan dan enzim-enzim pencernaan
serta antara hasil-hasil
pencernaan dan sel-sel absorptif epitel pembatas. U
sus halus terdiri atas 3 segmen:
duodenum, jejunum, dan ileum.
Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
5
Membran mukosa usus halus menunjukkan sederetan lip
atan permanen
yang disebut plika sirkularis atau valvula Kerkring
i. Pada membran mukosa
terdapat lubang kecil yang merupakan muara kelenjar
tubulosa simpleks yang
dinamakan kelenjar intestinal (kriptus atau kelenja
r
Lieberkuhn
). Kelenjar-
kelenjar intestinal mempunyai epitel pembatas usus
halus dan sel-sel goblet (bagian
atas).
Mukosa usus halus dibatasi oleh beberapa jenis sel,
yang paling banyak
adalah sel epitel toraks (absorptif), sel paneth, d
an sel-sel yang mengsekresi
polipeptida endokrin.
1.
Sel toraks adalah sel-sel absorptif yang ditandai o
leh adanya permukaan apikal
yang mengalami spesialisasi yang dinamakan ”
striated border
” yang tersusun
atas mikrovili. Mikrovili mempunyai fungsi fisiolog
is yang penting karena
sangat menambah permukaan kontak usus halus dengan
makanan.
Striated
border
merupakan tempat aktivitas enzim disakaridase usus
halus. Enzim ini
terikat pada mikrovili, menghidrolisis disakarida m
enjadi monosakarida,
sehingga mudah diabsorbsi. Di tempat yang sama didu
ga terdapat enzim
dipeptidase yang menghidrolisis dipeptida menjadi u
nsur-unsur asam
aminonya. Fungsi sel toraks usus halus lebih pentin
g adalah mengabsorbsi zat-
zat sari-sari yang dihasilkan dari proses pencernaa
n.
2.
Sel-sel goblet terletak terselip diantara sel-sel a
bsorpsi, jumlahnya lebih sedikit
dalam duodenum dan bertambah bila mencapai ileum. S
el goblet menghasilkan
glikoprotein asam yang fungsi utamanya melindungi d
an melumasi mukosa
pembatas usus halus.
3.
Sel-sel
Paneth
(makrofag) pada bagian basal kelenjar intestinal m
erupakan sel
eksokrin serosa yang mensintesis lisosim yang memil
iki aktivitas antibakteri
dan memegang peranan dalam mengawasi flora usus hal
us.
4.
Sel-sel
endokrin
saluran pencernaan. Hormon-hormon saluran pencerna
an
antara lain: sekretin, dan kolesistokinin (CCK). Se
kretin berperan sekresi
cairan pankreas dan bikarbonat. Kolesistokinin berp
eran merangsang kontraksi
kandung empedu dan sekresi enzim pankreas. Dengan d
emikian, aktivitas
sistem pencernaan diregulasi oleh sistem saraf dan
hormon-hormon peptida.
Lamina propria sampai serosa
Lamina propria usus halus terdiri atas jaringan pen
yambung jarang dan
pembuluh darah dan limfe, serabut-serabut saraf, da
n sel-sel otot polos. Tepat di
bawah membrana basalis, terdapat lapisan kontinyu
sel-sel limfoid
penghasil
antibodi dan makrofag, membentuk sawar imunologik p
ada daerah ini. Lamina
propria menembus ke dalam inti vili usus, bersama d
engan pembuluh darah dan
limfe, saraf, jaringan penyambung, miofibroblas, da
n sel-sel otot polos. Bercak
PEYERI (Peyer’s path).
Submukosa pada bagian permulaan duodenum terdapat k
elenjar-kelenjar
tubulosa bercabang, bergelung yang bernuara ke dala
m kelenjar intestinal yang
disebut
kelenjar duodenum
(
Brunner
), yang berfungsi menghasilkan glikoprotein
netral untuk menetralkan HCl lambung, melindungi mu
kosa duodenum terhadap
pengaruh asam getah lambung, dan mengubah isi usus
halus ke pH optimal untuk
kerja enzim-enzim penkreas. Sel-sel kelenjar Brunne
r mengandung uragastron
yaitu suatu hormon yang menghambat sekresi asam klo
rida lambung.
Disamping kelenjar duodenum, submukosa usus halus
sering mengandung
Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
6
nodulus limfatikus. Pengelompokkan nodulus ini memb
entuk struktur yang
dinamakan bercak Peyer.
Pembuluh dan saraf usus halus
Pembuluh darah yang memberi makan usus halus dan b
erperanan
menyingkirkan hasil-hasil pencernaan yang diabsorps
i menembus lapisan otot dan
membentuk pleksus yang luas dalam submukosa. Dari s
ubmukosa, cabang-
cabangnya meluas ke lapisan otot, lamina propria, d
an vili. Tiap-tiap vilus
menerima, menurut ukurannya, satu cabang atau lebih
yang membentuk jala-jala
kapiler tepat di bawah epitel. Pada ujung vili, ter
bentuk satu venula atau lebih dari
kapiler-kapiler tersebut dan berjalan dengan arah y
ang berlawanan, mencapai vena-
vena pleksus submukosa. Pembuluh-pembuluh limfe usu
s halus mulai sebagai
tabung buntu dalam inti vili. Struktur ini, di samp
ing lebih besar dari kapiler darah,
sukar ditemukan karena dindingnya seringkali kolaps
. Pembuluh-pembuluh ini
berjalan ke daerah lamina propria di atas muskulari
s mukosae, di mana mereka
membentuk pleksus. Dari sisni mereka menuju ke subm
ukosa, dimana mereka
mengelilingi nodulus limfe. Pembuluh-pembuluh ini b
eranastomosis dengan cepat
dan meninggalkan usus halus bersama dengan pembuluh
darah.
Persarafan usus halus terutama dibentuk oleh unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
Komponen intrinsik dibentuk oleh kelompokan neuron-
neuron yang membentuk
pleksus mesenterikus (Auerbach), terdapat antara la
pisan otot luar longitudinal dan
lapisan otot dalam yang sirkuler dan pleksus submuk
osa (Meissner) dalam lapisan
submukosa. Pleksus-pleksus mengandung beberapa naur
on sensoris yang
menerima informasi dari ujung-ujung saraf dekat lap
isan epitel dan dalam lapisan
otot polos mengenai susunan isi usus halus (kemores
eptor) dan dinding usus halus
(mekanoreseptor). Sel-sel saraf lain adalah efektor
dan mempersarafi lapisan otot
dan sel-sel yang mengsekresi hormon. Persarafan int
rinsik yang dibentuk oleh
pleksus-pleksus ini bertanggung jawab akan kontrkas
i usus halus yang terjadi pada
keadaan di mana persarafan ekstrinsik tidak ada sam
a sekali (total). Persarafan
ekstrinsik dibentuk oleh serabut-serabut saraf koli
nergik parasimpatis
preganglionik yang merangsang aktivitas otot polos
usus halus dan oleh serabut-
serabutb saraf adrenergik simpatis postganglionik y
ang menekan aktivitas otot
polos usus halus.
Histofisiologi
Dalam usus halus, proses pencernaan diselesaikan da
n hasil-hasilnya
diabrsorpsi. Pencernaan lipid terutama terjadi seba
gai akibat kerja lipase pankreas
dan empedu. Pada manusia, sebagian besar absorpsi l
ipid terjadi dalam duodenum
dan jejenum bagian atas. Asam-asam amino dan monosa
karida yang berasal dari
pencernaan protein dan karbohidrat diabsorpsi olah
sel-sel epitel oleh
transport
aktif
tanpa korelasi morfologis yang dapat dilihat.
Proses lain yang mungkin penting akan fungsi usus h
alus adalah pergerakan
berirama vili. Ini akibat kontraksi dari 2 sistem s
el yang terpisah. Sel-sel otot polos
berjalan vertikal antara muskularis murkosae dan uj
ung vili dapat berkontrkasi dan
memeprpendek vili.
Usus Besar
Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
7
Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa lipat
an kecuali pada bagian
distalnya (rektum) dan tidak terdapat vili usus. Ep
itel yang membatasi adalah
toraks dan mempunyai daerah kutikula tipis. Fungsi
utama usus besar adalah:
1.
untuk absorpsi air dan
2.
pembentukan massa feses,
3.
pemberian mukus dan pelumasan permukaan mukosa, den
gan demikian
banyak sel goblet.
Lamina propria kaya akan sel-sel limfoid dan nodul
us limfatikus. Nodulus
sering menyebar ke dalam dan menginvasi submukosa.
Pada bagian bebas kolon,
lapisan serosa ditandai oleh suatu tonjolan pedunku
losa yang terdiri atas jaringan
adiposa – appendices epiploidices (usus buntu).
Pada daerah anus, membran mukosa mempunyai sekelom
pok lipatan
longitudinal, collum rectails Morgagni. Sekitar 2 c
m di atas lubang anus mukosa
usus diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daer
ah ini, lamina propria
mengandung pleksus vena-vena besar yang bila meleba
r berlebihan dan mengalami
varikosa mengakibtakan hemoroid.
Sel-sel endokrin saluran pencernaan
.
Saluran pencernaan mengandung sel-sel pembentuk po
lipeptida endokrin
(hormon) berikut: sekretin, glukagon, somatostatin,
dan peptida menghambat
lambung. Kolesistokinin – hormon yang dihasilkan ol
eh mukosa usus halus dan
secara fisiologis penting untuk merangsang kontraks
i kandung empedu dan sekresi
pankreas. Aktivitas sistem pencernaan diawasi oleh
sistem saraf dan diatur oleh
sistem hormon-hormon.
Kelenjar Pencernaan
1. Kelenjar Saliva
Disamping kelenjar-kelenjar kecil yang tersebar di
seluruh rongga mulut,
terdapat 3 pasang kelenjar saliva yang besar; kelen
jar parotis, submandibularis
(submaxilaris), dan sublingualis.
Kelenjar saliva tersusun atas unit-unit morfologik
dan fungsional yang
dinamakan adenomer. Suatu adenomer memiliki bagian
sekretoris yang terdiri atas
sel-sel glandularis. Dekat basis sel sekretoris dan
duktus interkalaris terdapat sel-sel
otot polos yang disebut
mioepitel
. Kelenjar saliva yang besar tidak semata-mata
kelompokan adenomer tetapi mengandung unsur-unsur l
ain seperti jaringan
penyambung, pembuluh darah dan limfe, dan saraf-sar
af. Saluran yang terdapat
dalam lobulus dinamakan duktus intralobularis-berga
bung menjadi duktus
ekstralobularis.
Fungsi kelejar saliva adalah membasahi dan melumasi
rongga mulut dan
isinya, memulai pencernaan makanan, menyelenggaraka
n eksresi zat-zat tertentu
seperti urea dan tiosianat, dan mereabsorpsi natriu
m dan mengeksresi kalium.
Fungsi utama pankreas adalah menghasilkan enzim-enz
im pencernaan yang
bekerja dalam usus halus dan mengeksresi hormone in
sulin dan glukagon ke dalam
aliran darah.
Hati menghasilkan empedu suatu cairan penting dalam
pencernaan lemak;
memegang peranan penting pada metabolisme lipid; ka
rbohidrat, dan protein’
menginaktifkan dan memetabolisme banyak zat-zat tos
tik dan obat-obatan; dan

Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
8
peranan dalam metabolisme besi dan sintesis protein
-protein darah dan faktor-
faktor yang dibutuhkan untuk koagulasi darah. Kandu
ng empedu mengabsorpsi air
dari empedu dan menyimpan empedu dalam bantuk pekat
.
Struktur kelenjar submandibularis (submaxilaris). P
ada bagian sekretoris,
asini terdiri atas sel-sel piramid rosa dan mukosa
dan tubulus-tubulus dari sel-sel
mukosa. Pada sel-sel surosa, inti eukromatik dan bu
lat, dan pada basal sel terdapat
penimbunan reticulum endoplasma granular (ergastopl
asma). Apkes sel terisi oleh
granula sekresi prot ceous. Inti sel-sel mukosa gep
eng dengan kromatin yang dapat
padat terletak dekat basal sel; mereka tidak mempun
yai ergoplasama, dan
mempunyai granula-granula sekresi yang nyata. Duktu
s interkalaris pendek dan
dibatasi oleh epitel kubis. Sel ini bercorak terdir
i atas sel-sel toraks dengan sifat sel
yang mentransfer ion, seperti invaginasi membran ba
salis dan penimbunan
mitokondria.
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar asinosa bercab
ang, bagian
sekretorisnya terdiri atas sel-sel seromukosa. Gran
ula-granula sekresinya kaya akan
protein dan memiliki akitivitas amylase.
2. Kelenjar Submandibularis (Submaxilaris)
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar tubulo
asiner bercabang.
Bagian sekretorisnya tersusun atas sel-sel mukosa d
an seromukosa. Sel-sel
seromukosa mengandung granula-granula sekresi prote
in dengan aktivitas amilotik
lemah. Sel-sel pada kelenjar submandibularis dan su
blingualis mengandung dan
mengsekresi enzim lisosim, yang aktivitas utamanya
adalah menghancurkan
dinding bakteri.
3. Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar tubulo-as
iner bercabang.
Histofisiologi kelenjar saliva
Fungsi saliva adalah membasahi dan melumasi makanan
dilakukan oleh air
dan glikoprotein. Saliva pada manusia terdiri atas
sekresi kelenjar parotis (25%),
submandibularis (70%), dan sublingualis (5%). Amila
se saliva berperan dalam
pencernaan amilum (karbohidrat). Pencernaan ini mul
ai dalam mulut, tetapi juga
berlangsung dalam lambung sebelum getah lambung men
gasamkan makanan,
dengan demikian sangat mengurangi aktivitas amilase
.
Sekresi saliva diregulasi oleh sistem saraf simpati
s dan parasimpatis,
keduanya mempunyai ujung-ujung saraf dalam kelenjar
-kelenjar tersebut. Simpatis
menghambat parasimpatis memacu.
Pankreas
Pankreas tersusun atas bagian eksokrin dan endokrin
. Bagian endokrin
terdiri atas pulau Langerhans, dan bagian eksokrin
terdiri atas kelenjar asiner, maka
disebut bagian asini pankreas.
Sel asiner pankreas merupakan sel serosa, dan memil
ki sifat memsintesis
protein. Setelah disintesis dalam bagian basal sel,
maka proenzim selajutnya
meninggalkan retikulum endoplasma kasar dan masuk a
pparatus Golgi. Proenzim-
proenzim tersebut dikumpulkan dalam vesikel-vesikel
sekresi yang disebut sebagai

Handout Mikroskopi Anatomi Sistem Digesti
9
granula prozimogen. Granula sekresi yang matang (gr
anula zimogen), melekat
pada membran dan terkumpul pada bagian apical (ujun
g) sel. Bagian eksokrin
pankreas manusia mensekresikan:
1.
air
2.
ion-ion: bikarbonat.
3.
enzim: karboksipeptidase, ribonuklease, deoksiribon
uklease, lipase, dan
amilase.
4.
proenzim sebagai berikut: tripsinogen, kimotripsino
gen.
Regulasi sekresi asini pankreas diatur oleh 2 hormo
n – sekretin dan
kolesistokinin (dahulu dinamakan pankreoenzim) – ya
ng dihasilkan oleh mukosa
duodenum. Perangsangan nervus vagus (saraf parasimp
atis) juga akan
meningkatkan sekresi pankreas.
1.
Sekretin bersifat merangsang sekresi cairan, sediki
t protein (enzim) dan
kaya akan bikarbonat. Fungsinya terutama mempermuda
h transport air dan
ion. Hasil sekresi ini berperanan untuk menetralkan
kimus yang asam
(makanan yang baru dicernakan sebagian) sehingga en
zim-enzim pancreas
dapat dapat berfungsi pada batas pH netral optimaln
ya.
2.
Kolesistokinin (CCK) merangsang sekresi cairan (sed
ikit), banyak protein
dan enzim. Hormon ini bekerja terutama dalam proses
pengeluaran
granula-granula zimogen. Kerja gabungan ke dua enzi
m tersebut
menghasilkan sekresi getah pankreas yang kaya akan
enzim.
Hati (Hepar)
Hati merupakan organ terbesar dari tubuh, setelah
kulit, terletak dalam
rongga abdomen di bawah diafragma. Sebagian besarny
a darahnya (sekitar 70%)
berasal dari vena porta. Melalui vena porta, semua
zat yang diabsorpsi melalui usus
mencapai hati kecuali asam lemak, yang ditranspor m
elalui pembuluh limfe.
Lobulus Hati
Hati tersusun atas sel-sel hati yang disebut hepato
sit. Sel-sel epitel ini
berkelompok dan saling berhubungan dalam susunan ra
dier (menjari) membentuk
suatu bangunan yang disebut lobulus hati. Pada hew
an tertentu (misalnya babi),
lobulus satu dengan lainnya dipisahkan oleh lapisan
jaringan penyambung.
Celah portal, terdapat pada sudut-sudut polygon hat
i (lobulus hati) dan
diduduki oleh segitiga portal (trigonum portal). Se
gitiga porta hati manusia
mengandung venula (cabang dari vena portal); dan ar
teriol (cabang dari arteria
hepatica); duktus biliaris (bagian dari sistem salu
ran empedu); dan pembuluh-
pembuluh limfe.
Sinusoid kapiler memisahkan sel-sel hati. Sinusoid
merupakan pembuluh
yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri atas s
atu lapisan sel-sel endotel yang
tidak utuh (kontinyu). Sinusoid mempunyai pembatas
yang tidak sempurna dan
memungkinkan pengaliran makromolekul dengan mudah d
ari lumen ke sel-sel hati
dan sebaliknya. Sinusoid berasal dari pinggir lobul
us, diisi oleh venula-venula
dalam, cabang-cabang terminal vena porta, dan arter
iola hepatica, dan mereka
berjalan ke arah pusat, di mana mereka bermuara ke
dalam vena centralis. Pada
sinusoid juga mengandung sel-sel fagosit yang diken
al sebagai sel
Kupffer
.